Friday, November 21, 2008

Tahun Depan Titik Kritis Ekonomi Indonesia

JAKARTA--Pemerintah menyatakan tahun depan merupakan titik kritis bagi perekonomian Indonesia sebagai akibat dari krisis keuangan global.

"Kondisi kritisnya adalah 2009,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu seusai rapat koordinasi bidang ekonomi di kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla kemarin. Karena itu, “Wakil Presiden minta supaya angka (asumsi) dalam APBN 2009 dilihat kembali."

Rapat sekitar empat jam itu dihadiri antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta, Menteri Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Gubernur Bank Indonesia Boediono, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, dan tiga direktur utama bank milik negara.

Menurut Anggito, prioritas revisi asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 adalah target pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara dari sektor pajak, yang semula ditetapkan 20 persen. "Hampir pasti penerimaan pajak akan turun," ujarnya menirukan pernyataan Kalla.

Badan Pusat Statistik sebelumnya telah menyatakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini. Pertumbuhan pada kuartal ketiga yang lalu hanya 6,11 persen. Sedangkan target pertumbuhan sepanjang 2008 sebesar 6,2 persen.

Selain asumsi pertumbuhan, kata Anggito, pemerintah akan mengoreksi asumsi nilai tukar rupiah, suku bunga Bank Indonesia, dan jumlah penerbitan surat utang negara.

Menurut dia, Wakil Presiden berharap perlambatan ekonomi tahun depan bisa diatasi dengan menggunakan APBN sebagai stimulus penggerak ekonomi. Pemerintah memperkirakan pembiayaan dari pasar turun. Obligasi cenderung mahal sehingga akan kekurangan peminat. Pembiayaan pengganti untuk tahun depan diharapkan dari nonpasar. "Harus ada langkah pembalikan dari APBN," ujarnya.

Terkait dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah, Anggito mengatakan Bank Indonesia menegaskan akan tetap menjaga tingkat volatilitas yang rendah. Menurut dia, kemerosotan rupiah juga dialami mata uang negara lain. "Bank sentral berjanji menggunakan seluruh instrumennya supaya rupiah tidak bergejolak," ujarnya.

Kemarin rupiah sempat terpuruk ke posisi 12.440 per dolar Amerika Serikat, yang merupakan level terendah sejak Agustus 1998. Namun, intervensi Bank Indonesia membuat rupiah kembali menguat dan ditutup pada posisi 11.945.

Direktur PT Mandiri Securities Mirza Adityaswara menilai pergerakan rupiah masih dalam batas normal karena seiring dengan pelemahan mata uang regional.

*Koran Tempo 21 November 2008